Monday, October 8, 2012

Belajar dari Ulat dan Kupu-kupu

Ulat dan kupu-kupu dalah dua hewan yang berbeda. Ulat lebih kelihatan menjijikkan, mobilitas pergerakannya sangat lambat, juga diasosiasikan sebagai hama tanaman karena menggerogoti daun. Sebaliknya, kupu-kupu melambangkan manfaat dan keindahan, mempunyai pergerakan yang cepat, lincah, hinggap dari bunga ke bunga, membantu proses penyerbukan.

Proses transformasi ulat menjadi kupu-kupu, bukanlah proses yang mudah seperti membalikkan tapak tangan. Prosesnya panjang dan melelahkan.

Ada sebuah cerita yang menggambarkan seekor ulat yang mencoba mentransformasikan dirinya menjadi kupu-kupu.
Pada suatu hari, di sebuah pohon, hiduplah beberapa ekor ulat yang masih kecil. Ketika ulat-ulat kecil itu sedang makan daun, datang seekor kupu-kupu bersayap indah hinggap di pohon ini.
“Engkau siapa?” tanya seekor ulat.
“Aku ibu kalian” jawab kupu-kupu.
“Tidak mungkin! Engkau memiliki sayap yang indah bisa terbang kemana-mana, sedangkan kami tidak.”
“Aku juga dulu seperti kalian, seekor ulat. Kalian juga bisa seperti aku, bisa terbang kemana-mana, kalau kalian mau.”
“Maukah engkau mengajarkannya, hingga kami bisa terbang dan memiliki sayap seindah yang kau miliki?”
“Kalian serius ingin tahu caranya?”
“Tentu!”
“Baiklah. Pertama: kalian harus ‘puasa’ makan daun. Kedua: kalian harus mampu menahan godaan yang datang selama ‘berpuasa’. Ketiga: setelah beberapa hari kalian akan mengeluarkan air liur yang sangat banyak, maka lilitlah diri kalian dengan air liur itu hingga akhirnya membentuk menjadi kepompong yang kuat, diamlah kalian di dalamnya sampai kalian punya sayap, tumbuh kaki baru, dan mempunyai belalai untuk menghisap madu. Tetapi ingat, kalian harus sekuat tenaga menahan segala macam ujian, cobaan, tantangan yang menghampiri kalian. Apakah kalian sanggup?”
Serentak ulat-ulat kecil menjawab, “Ya, kami sanggup!”
“Oya setelah semua selesai barulah kalian bisa keluar dari kepompong. Sekarang ibu mau terbang berkeliling mencari madu bunga dan menikmati pemandangan alam yang indah ini,” kata kupu-kupu sambil beranjak pergi terbang.
Setelah kupu-kupu terbang, terjadi perdebatan sesama ulat. Ada yang percaya cerita kupu-kupu, ada yang tidak. Ada yang menolak berpuasa, “Masa’ hanya berpuasa makan daun bisa terbang? Sudah harus puasa, harus diam pula dalam kepompong, repot, susah, kelaparan, ngga mau ah.”
Ada juga beberapa ekor ulat yang percaya pada cerita itu, mulai mengambil tindakan. Mereka bergegas mengambil tempat yang cukup nyaman untuk berlindung, berpuasa, dan membuat kepompong. Tapi di antara mereka pun ada yang mulai gusar dan ragu-ragu, benar ga sih setelah ini bisa terbang. Beberapa juga ada yang masih tetap yakin dan percaya.
Seiring berjalannya waktu, ujian, cobaan, godaan, dan tantangan mulai menghampiri. Lapaaaar… Haus. Lemah. Lesu. Ulat-ulat yang tidak puasa menggoda, “Makanya, ngapain cape-cape puasa, mendingan kami, tidak kelaparan, kuat, semangat, kami tak peduli mau jadi kupu-kupu atau tidak, yang penting kami bisa menikmati daun-daun yang enak ini.”
Sebagian ulat, tergiur godaan, akhirnya membatalkan ‘puasa’nya, dan melahap daun juga. Sebagian kecil masih tetap bertahan, bersabar, dan terus meyakinkan diri sendiri, “Sebentar lagi aku berubah menjadi kepompong, sebentar lagi aku punya sayap indah, sebentar lagi aku bisa terbang, sebentar lagi… sebentar lagi…”
“Lihatlah, seluruh tubuh mereka sudah tertutup oleh kepompong, sebentar lagi mereka akan mati kelaparan!” ejek ulat yang bertubuh gemuk dan besar. Ulat-ulat lain pun saling menyauti dan tertawa-tawa.
Ulat-ulat yang rakus memakan daun, memiliki tubuh yang terus bertambah besar dan terlihat kehitaman.
Sementara kepompong-kepompong, ada yang sudah mulai bergerak-gerak. Secara perlahan-lahan, muncullah makhluk-makhluk, yang memiliki kaki yang panjang dan kuat, memiliki antena, dan sayap yang bercorak sangat indah. Mereka berhasil menjadi kupu-kupu, terbang ke sana ke mari, hinggap dari dahan ke dahan, dari bunga ke bunga, menghisap madu, terbang lagi, dari pohon ke pohon, dan menghampiri beberapa ekor ulat yang sedang berkumpul. Sebagian dari mereka adalah ulat yang tidak berpuasa dan tidak mau mengurung diri dalam kepompong.
“Apakabar semuanya, kenapa kalian bengong seperti itu? Ya, sekarang kami sudah mempunyai sayap dan bisa terbang, menghisap madu bunga, rasanya manis, enak sekali. Ini karena kami yakin dan percaya dan melakukan cara-cara yang pernah ibu kita sampaikan. Sekarang kami mau terbang melihat pemandangan alam indah dulu yaa. Daagh, sampai jumpa.”
Kupu-kupu terbang meninggalkan para ulat yang berusaha mencoba mengejarnya, mencoba terbang, tapi sebagian malah jatuh ke tanah, sebagian yang jatuh mati terinjak manusia, sebagian mati dipatuk ayam, sebagian jatuh ke dalam got dan mati tenggelam.
Sementara kupu-kupu setelah melalui godaan, ujian, cobaan, penderitaan, kini bisa terbang jauh, berbahagia menikmati hasil jerih payahnya.
Banyak sekali hikmah yang bisa kita peroleh dari cerita metamorfosis ini. Salah satunya adalah, kesuksesan itu butuh pengorbanan, keyakinan (belief) dan kesabaran dalam menjemput hasil. Semua orang menginginkan kesuksesan, namun hanya sedikit saja yang berani bertahan dan berhasil lulus melalui tantangan.  Semoga kita termasuk golongan yang sedikit itu yaa… Amiiiiiiiinn  

No comments:

Post a Comment